Rabu, 06 Januari 2016

SALOI


SALOI merupakan sejenis bakul atau keranjang berbentuk seperti paludi, tetapi lebih kecil dan dianyam dari rotan dengan dua tali.
Seorang ibu dengan soloi sekembali dari kebun (foto : Ilwan)
Sebagian masyarakat mengayamnya dengan kulit bambu muda. Saloi merupakan istilah dalam bahasa Tidore dan dalam bahasa Ternate disebut dengan tibi. Namun demikian istilah saloi lebih akrab digunakan oleh masyarakat Ternate dan sebagian besar masyarakat halmahera. Saloi sering dibawah oleh kaum ibu setiap ke kebun, fungsinya sebagai tempat menaru bawaan hasil kebun seperti sayur mayur, buah-buahan, bahkan kayu bakar. Saloi dibawa dengan cara didukung di belakang seperti orang membawa ransel.

Minggu, 13 Desember 2015

RORANO

Daun Mayana, (Coleus scutellariodes Bent) salah satu tanaman yang dijadikan rorano
Rorano dalam istilah Ternate merupakan obat penawar yang dibuat dari tumbuhan tertentu. Rorano sudah ada sejak zaman dahulu dan pengetahuan rorano ini tetap dijaga sampai sekarang. Biasanya tanaman yang dijadikan rorano diketahui oleh orang yang ahli dalam pengobatan yang dipercayai oleh masyarakat setempat. Bagian tanaman yang biasanya dimanfaatkan sebagai rorano adalah daun, akar dan kulit pohon. Tanaman yang diyakini dapat dijadikan rorano diambil  kemudian diracik dan diberikan kepada orang sakit. Pemberian obat ini baiasanya disertakan dengan jampi-jampi oleh orang yang membuat rorano. Penyakit yang dapat disembuhkan dengan rorano ini antara lain ambeyen, malaria, bisul, demam, bengkak, infeksi, kanker dan lain - lain.

Minggu, 05 April 2015

BATOBO


Batobo : Seorang anak sedang melompat dari areal halaman Masjid Raya Al Munawar. Foto by Ilwan
BATOBO merupakan sebutan oleh masyarakat Ternate dan sebagian besar daerah di Maluku Utara sebagai aktifitas berenang di air laut. Umumnya daerah air laut yang dipilih yang dangkal yang tidak membahayakan orang yang melakukan batobo, sekalipun ada beberapa orang yang melakukannya di laut yang dalam tergantung keahlian perenangnya. Batobo di kalangan masyarakat Ternate sudah menjadi budaya yang dilakukan secara turun temurun. Biasanya batobo dilakukan di waktu sore hari atau pada saat liburan. Lokasi favorit yang sering dijadikan masyarakat Ternate untuk batobo ini, diantaranya pantai Sulamadaha, Pantai Taduma, Pantai Kastela, areal laut disekitar Masjid Raya, Pantai Salero dan Pantai Falajwa I. Batobo merupakan budaya yang baik untk dilestarikan, mengingat selain hobi, kegiatan ini juga merupakan olahraga air yang berguna bagi kesehatan dan kebugaran tubuh.

Senin, 29 Juli 2013

Masuknya Islam di Ternate

Al Qur'an bertulis tangan (dalam lemari), ditulis oleh AlfakihAl shalih (7 Dzulkaidah 1005H/1585 M)Foto oleh Nurmutadiah,siswi kelas VI SDIT Al Bina Ternate, saat berkunjung ke museum memorial Kesultanan Ternate,Maret 2006

Kapan Islam masuk Ternate,belum ada bukti tertulis (tugu,prasasti,dsb), yang menjelaskannya. Para sejarawan hanya merujuk pada tulisan - tulisan history beberapa penulis lokal maupun asing,terutama Portugis. Perhatian para sejarawan tertuju pada tulisan tentang pelantikan Sultan Zainal Abidin pada tahun 1486. Tahun ini, disebut-sebut sebagai tahun dimulainya Islamisasi di Ternate khususnya, dan Maluku pada umumnya. Alasannya karena, ketika dilantik sebagai Raja Ternate, gelar yang digunakan oleh Zainal Abidin adalah Sultan, dimana sebelumnya para Raja Ternate menggunakan gelar Kolano selama pemerintahan mereka. Sultan, merupakan gelar yang disandang oleh seorang pemimpin negara yang sistem pemerintahannya bersifat Islami. Namun demikian, patut disimak tulisan - tulisan dari beberapa penulis asing berikut ini ;
Thome Pires, seorang ahli farmasi Portugis yang tiba di Malaka tahun 1512,menyatakan bahwa menurut orang - orang Maluku, yaitu para pedagang Ambon dan Banda yang diwawancarainya mengatakan Islam telah masuk di Maluku sejak 50 tahun yang lalu. Jika informasi ini benar, maka Islam masuk ke Maluku sekitar tahun 1459-1460, mengingat wawancara yang dilakukan Thome Pires pada tahun itu juga,yakni 1512..
De Clerq, melaporkan bahwa pada tahun 1334 dan 1372 telah naik tahta di Tidore dua kolano, masing - masing Nurudin dan Hasan Syah. Sekalipun keduanya sekalipun tidak menggunaka gelar Sultan, namun gelar Syah di belakang nama - masing - masing raja itu, membuktikan jika kedua Raja itu adalah seorang muslim. Syah merupakan gelar Raja yang digunakan pada kerajaan Islam Persia, gelar semacam digunakan pula diberbagai daerah kesultanan di Nusantara. Apabila asumsi ini benar, maka dapat disimpulkan Islam masuk ke Tidore sejak 1372. Mengingat letak geografis Tidore dan Ternate saling berdekatan, maka bisa dipastikan ajaran Islam telah membidudaya juga di Ternate.
Naidah, seorang hukum)* soasio Kesultanan Ternate, menulis dalam sejarah Ternate, bahwa dibawah pemerintahan Cico, agama Islam belum kuat di Ternate, itulah sebabnya Zainal Abidin pergi ke Jawa untuk mempelajari Islam secara langsung dari Sunan Giri yang terkenal,ketika kembali ke Ternate, Zainal Abidin memboyong beberapa ulama dari Jawa untuk mengajar Islam di Ternate. Cico merupakan Raja Ternate yang berkuasa sekitar 1432 - 1465. Jika pada masa Cico, Islam belum kuat, sebagaimana ditulis Nadiah, maka besar kemungkinan Islam sudah eksis di Ternate, pada masa pemerintahan Cico, bisa juga dipastikan sebelum Cico, namun secara struktur kepemerintahan, sosio politik, Islam belum nampak ketika itu. Perkembangan Islam selanjutnya lebih sangat berarti lagi ketika Sultan Zainal Abidin berkuasa pada tahun 1486 - 1500. Perkembangan semakin pesat dan tertanam betul nilai - nilai keislaman, ketika Bayanullah pengganti sultan Zainal Abidin berkuasa antara 1500 - 1522. Bayanullah mewajibkan para kaum lelaki maupun perempuan memakai pakaian Islami, dan kebijakan beliau yang lainnya adalah memberlakukan perkawinan secara Islami.
Penyebaran Islam di Ternate juga tidak bisa dipisahkan dari peran seorang ulama dan mubaligh terkenal Datu Maula Husen. Beliau tiba di Ternate pada 1465. Berbekal ilmu agama yang mumpuni dan sebagai seorang pakar tilawah dengan suaranya yang merdu, beliau menyebarkan ajaran - ajaran Islam di Ternate dan efektif mengena di masyarakat Ternate.



*) Hukum : Magistrat,fungsionaris yang memegang posisi antara pemerintah kerajaan dan pemimpin
                    komunitas, hakim


 
Sumber : M Adnan Amal, Kepulauan Rempah-Rempah perjalanan sejarah Maluku Utara 1250-1950,Kepustakaan Populer Gramedia,2010

Selasa, 25 Juni 2013

Mengenal Desa Foramadiahi

Salah satu sudut perkampungan Foramadiahi,Foto oleh Ilwan
Desa Foramadiahi sudah mulai eksis sekitar tahun 1254. Foramadiahi disebut-sebut ahli sejarah sebagai perkampungan tertua di Ternate,keberadaan pemukiman ini ditandai dengan masuknya masyarakat yang berasal dari Jailolo yang melarikan diri dari kerajaan Jailolo ketika itu disebabkan oleh situasi politik lokal yang melibatkan sang Raja dengan rival kelompok-kelompok politik lokal. Mereka memilih mendiami daerah puncak jauh dari laut,agar tidak terjangkau oleh kejaran pasukan Raja Jailolo ketika itu. Pendapat lain mengatakan masyarakat yang mendiami perkampungan Foramadiahi berasal dari Tidore.
Menurut cerita dari beberapa orang tua,penamaan Foramadiahi bermula dari pembangunan kedaton (istana Raja). Kedaton pertama kali dibangun di perkampungan Foramadiahi,namun pembangunan kedaton belum definitive. Kedaton kemudian berpindah lokasi,mengingat desa Foramadiahi,berada di ketinggian dan tidak terdapat sumber air. Lokasi yang dipilih selanjutnya adalah Limau Jore-Jore1,beberapa informan local menyebut tempat kedua adalah di daerah Ngade, kemudian yang terakhir adalah di Limau Soki-Soki di atas ketinggian bukit Bukukaimaja di dekat sebuah sumber air yang bernama ake sentosa. Pemilihan tempat yang terakhir ini dirasa cocok dan dipastikan pembangunan kedaton secara definitive. Oleh karena itu, orang – orang yang menemukan lokasi ini mengirim kabar ke tempat atau lokasi yang pertama tadi dengan mengatakan fo waro ma diahi (lokasinya sudah tahu pasti). Kalimat ini kemudian secara turun temurun dibahasakan oleh masyarakat setempat dengan sebutan Foramadiahi.
Kini Foramadiahi masuk dalam kecamatan Pulau Ternate, didiami oleh sebagian kecil penduduk, bermata pencaharian umumnya petani. Untuk mencapai desa ini, diperlukan pengendara yang berpengalaman, karena akses jalan menuju desa ini sangat menanjak, semakin ke ujung desa, jalannya semakin menanjak. Di Desa ini juga terdapat makam Sultan Babullah, Sultan Ternate yang ke – 8, hidup pada tahun 1570 – 1583.
 

1.  Limau Jore-Jore merupakan nama sebuah Kampung besar yang meliputi soasio,Kasturian dan Salero sekarang. Kata Limau sendiri termasuk bahasa asli Ternate yang berarti negeri,kota atau kampung besar. Saat ini, kata Limau jarang digunakan, diganti dengan kata gam

Mengenal Desa Foramadiahi

Salah satu sudut perkampungan Foramadiahi,Foto oleh Ilwan
Desa Foramadiahi sudah mulai eksis sekitar tahun 1254. Foramadiahi disebut-sebut ahli sejarah sebagai perkampungan tertua di Ternate,keberadaan pemukiman ini ditandai dengan masuknya masyarakat yang berasal dari Jailolo yang melarikan diri dari kerajaan Jailolo ketika itu disebabkan oleh situasi politik lokal yang melibatkan sang Raja dengan rival kelompok-kelompok politik lokal. Mereka memilih mendiami daerah puncak jauh dari laut,agar tidak terjangkau oleh kejaran pasukan Raja Jailolo ketika itu. Pendapat lain mengatakan masyarakat yang mendiami perkampungan Foramadiahi berasal dari Tidore.
Menurut cerita dari beberapa orang tua,penamaan Foramadiahi bermula dari pembangunan kedaton (istana Raja). Kedaton pertama kali dibangun di perkampungan Foramadiahi,namun pembangunan kedaton belum definitive. Kedaton kemudian berpindah lokasi,mengingat desa Foramadiahi,berada di ketinggian dan tidak terdapat sumber air. Lokasi yang dipilih selanjutnya adalah Limau Jore-Jore1,beberapa informan local menyebut tempat kedua adalah di daerah Ngade, kemudian yang terakhir adalah di Limau Soki-Soki di atas ketinggian bukit Bukukaimaja di dekat sebuah sumber air yang bernama ake sentosa. Pemilihan tempat yang terakhir ini dirasa cocok dan dipastikan pembangunan kedaton secara definitive. Oleh karena itu, orang – orang yang menemukan lokasi ini mengirim kabar ke tempat atau lokasi yang pertama tadi dengan mengatakan fo waro ma diahi (lokasinya sudah tahu pasti). Kalimat ini kemudian secara turun temurun dibahasakan oleh masyarakat setempat dengan sebutan Foramadiahi.
Kini Foramadiahi masuk dalam kecamatan Pulau Ternate, didiami oleh sebagian kecil penduduk, bermata pencaharian umumnya petani. Untuk mencapai desa ini, diperlukan pengendara yang berpengalaman, karena akses jalan menuju desa ini sangat menanjak, semakin ke ujung desa, jalannya semakin menanjak. Di Desa ini juga terdapat makam Sultan Babullah, Sultan Ternate yang ke – 8, hidup pada tahun 1570 – 1583.
 

1.  Limau Jore-Jore merupakan nama sebuah Kampung besar yang meliputi soasio,Kasturian dan Salero sekarang. Kata Limau sendiri termasuk bahasa asli Ternate yang berarti negeri,kota atau kampung besar. Saat ini, kata Limau jarang digunakan, diganti dengan kata gam